02
Aug
08

bilangan fu : a thought-provoking novel (a review)

wow! i just had a very great experience with ‘bilangan fu’ (fu number)

let me just do the review in Indonesian, not just because this language is the most proficient language i mastered, but because “bilangan fu” is written in Indonesia and talking about Indonesia, especially Java.

PERINGATAN: Review ini sepenuhnya ditulis oleh pemuda yang tidak memiliki kompetensi untuk menulis review. Review ini ditulis sepenuhnya berdasarkan pengalaman nyata dan tidak dibuat-buat. Review ini spenuhnya ditulis berdasarkan pandangan, anggapan dan asumsi pribadi penulis review ini. Mohon maaf jika ada yang tidak setuju, atau mungkin kecewa, tapi apa yang ditulis disini, sepenuhnya hasil pengalaman pribadi dalam membaca “bilangan fu”.

Huah, sebenarnya agak sulit menentukan titik-mula untuk me-review novel yang satu ini.  Yang jelas, novel ini membuat saya tidak bisa meletakkannya setelah membaca dua halaman pertama. Gaya cerita sudut-pandang orang pertama (yang dalam novel ini menggunakan sudut pandang karakter Yuda) berhasil membuat saya tidak mau meletakkannya kembali. Saya membeli novel ini pukul 8 malam tanggal 29 Juli 2008, dan saya selesai membacanya pukul 10 pagi tanggal 30 Juli 2008, 14 jam non-stop saya membaca 537 halaman novel berdimensi 13,5 x 20 cm ini.

Okelah, untuk permulaan, mari kita berkenalan dengan 2 karakter utama novel ini (menutur saya cuma 2 karakter utama nya), Sandi Yuda dan Parang Jati!

Mari kita berkenalan dengan Yuda, karakter sekaligus pencerita dalam novel ini. Yuda, usia awal 20-an, hobinya bertaruh dan memanjat, sangat membenci TV, kota dan perempuan (bukan berarti dia menyukai sesama jenis, dia masih terangsang oleh perempuan, Yuda hanya tidak setuju dengan perempuan yang membelenggu lelaki dari kebebasannya). Secara pribadi, saya sangat mendukung gaya berpikir Yuda.

Dengan menggunakan Yuda, Ayu Utami berhasil menciptakan nuansa yang sangat maskulin. Gaya bertutur yang apa adanya, dengan kalimat-kalimat pendek yang dinamis (bukan berarti tidak bermakna). Saya malah lebih suka dengan gaya kalimat pendek Ayu Utami dibandingkan dengan beberapa penulis Indonesia lain, yang sok menggunakan kalimat-kalimat panjang (mungkin supaya karyanya dianggap “cukup sastra”, eh malah jadi susah dimengerti dan tidak bermakna).

Sekarang mari berkenalan dengan Parang Jati, mahasiswa geologi yang mencintai budaya-nya dan alam yang membesarkannya. Sedikit berbeda dari Yuda yang pragmatis tetapi anti modernitas, Parang Jati merupakan karakter yang lebih “dalam”, dia bukannya anti modernitas, tetapi dia kritis terhadap modernitas, meskipun sebenarnya dia juga masih punya sisi anti, yaitu anti terhadap militerisme.

Melalui Parang Jati, Ayu Utami berhasil menuangkan pemikiran dan paradigma-nya. Untungnya bukan Parang Jati yang digunakan sebagai karakter pencerita, tidak terbayang akan serumit apa gaya tutur “bilangan fu”. Yuda yang lugas dan pragmatis, sangat tepat digunakan untuk mengkomunikasikan pemikiran dan argumen-argumen Parang Jati (sama seperti saya yang lebih mengerti jika teman saya yang menjelaskan sesuatu, dibandingkan dosen saya yang lulusan S3 untuk menjelaskan sesuatu pada saya).

Sepak terjang Sandi Yuda dan Parang Jati, tentu saja didukung oleh karakter-karakter pembantu, yang menurut saya juga ada dua karakter (menurut saya, bukan menurut Anda atau Ayu Utami). Dua karakter pembantu tersebut adalah Marja dan KupuKupu.

Marja adalah gadis energik dengan segala sisi kemanusiaan yang lugu. Marja merupakan pemanis yang tidak sekedar memberikan kemanisan dalam “bilangan fu”, tetapi juga memperkaya dan memperdalam cerita serta karakterisasi “bilangan fu”. Sebagai kekasih Yuda, Marja membawa cinta dalam novel ini, membawa keingintahuan serta kekasihan yang jujur. Jikapun Marja menjadi sudut pencipta cinta segitiga, menurut saya itu hanya ada dalam bayangan Yuda (sekali lagi itu menurut saya, karena saya pikir Parang Jati toh tidak pernah menyentuh Marja, tapi saya juga tidak tahu dalam hati Marja, hati perempuan sagat sulit untuk dimengerti).

Sementara karakter KupuKupu, berhasil menjelma menjadi karakter antagonis dalam otak saya. Karakter yang satu ini beberapa kali berhasil memancing emosi saya dalam mengalami “bilangan fu”. Meskipun pada akhir cerita terkesan karakter ini dikompromikan dengan keinginan pembaca, tetapi paling tidak di tengah cerita dia berhasil membuat saya ingin membunuhnya.

Secara garis besar, “bilangan fu”, mengekspresikan kritik terhadap modernisme (modernitas), monotheisme dan militerisme. Tiga tema utama yang berhasil diramu dengan baik oleh Ayu Utami menjadi apa yang disebutnya sebagai pemikiran “spiritualisme-kritis”.

Dalam kajian ilmu saya sebagai mahasiswa “ilmu hubungan internasional”, saya berhasil memetakan sendiri apa yang sebenarnya ingin diekspresikan oleh Ayu Utami. Yang pada gilirannya membawa saya untuk mengakui kekalahan saya terhadap argumen dan paradigma yang saya pegang selama 4 tahun kuliah. Buat yosie, saya mengakui kalau apa yang selama ini kamu perdebatkan dengan saya ternyata ada benarnya juga.

Selama ini, saya mengidentifikasikan diri saya sebagai orang liberal yang pragmatis oportunis. Saya melihat modernisasi sebagai jalan keluar yang paling baik untuk semua orang, saya percaya liberalisme dengan segala keoptimisannya mengenai kerjasama dan perdamaian merupakan jalan yang terbaik, sehingga saya luput melihat kelemahannya sebagai alat untuk menguasai. Ayu Utami, melalui “bilangan fu”, berhasil menghentak dan menyadarkan saya dari keterkuasaan atas ilmu saya sendiri, untuk merubah paradigma anti menjadi kritis. Bahkan dalam hal ini, paradigma pro juga saya geser menjadi kritis.

Dalam ilmu hubungan internasional, ini berarti saya mulai bergeser menuju pemikiran kritis (critical theory) dan/atau post-modernisme, yang selama ini saya anggap tidak rasional dan tidak masuk akal.

Terima kasih Yuda, Parang Jati, KupuKupu, Marja dan Ayu Utami. Terima kasih telah menyadarkan saya dari keterbelengguan atas ilmu saya sendiri, seharusnya saya tidak dikuasai oleh ilmu, seharusnya saya yang menguasai ilmu itu.

Nilai yang saya berikan untuk “bilangan fu”:

  • skala 10 : 9/10
  • bintang 5 : 5/5 bintang

CATATAN AKHIR

Beberapa pertanyaan dan catatan yang muncul dari pengalaman “bilangan fu” :

  1. Menurut saya, sepertinya tanpa sadar, Yuda mencintai Parang Jati lebih dari yang dia tahu.
  2. Kenapa dia harus “diakhiri” segampang itu????/
  3. Jika bilangan fu adalah kebalikan yang melengkapi bilangan hu, mengapa di akhir cerita bilangan fu diidentifikasikan sebagai salah satu dari atom perangkai ozon, padahal kan ozon punya 3 atom, berarti Marja juga mewakili suatu bilangan dong?
  4. Saya jadi ingin kembali ke alam dan menyelami budaya saya sebagai orang jawa, terima kasih parang Jati.
  5. Saya jadi ingin menjadi lugas dan dinamis seperti Yuda
  6. Saya jadi ingin memiliki kekasih seperti Marja,,, hahahahahahahahahahahah
  7. Jika ingin tahu contoh novel Bilangan FU, silahkan download link berikut ini, ada 10 halaman awal “bilangan fu” –> nukilan “bilangan fu”
  8. Baca peringatan yang ada di awal review ini!!!!!!!!

terima kasih!


2 Responses to “bilangan fu : a thought-provoking novel (a review)”


  1. 1 AnetTe
    August 2, 2008 at 10:22 am

    Mas Oreo,

    bilangan Fu-nya, is it really good? Hehehe. Kemaren udah liat siy, di bagian new releasenya Gramed PIM, tapi gara2 judulnya aneh ga dibeli deh. Mas bagusan mana sama SAMAN? Mas Oreo ngereviewnya susah amat niyh, kayak buku kuliah pake teori2 segala. Jadi jiper bow, hehehe. Pokoknya masih bisa dinikmatin kan? Bnr2 recommended? YAsuwd, besok dicari deh, hehehe. Thx ya Mas!!
    mas sering2 ngasi review buku2 yang kyk gni ya. Yang sastra2 gt, gw seneng banget soalna, jd kan lmayan ada rekomendasi mw baca yg mana, hehehe. Btw,klo blm baca, cobain baca Lolita d, so classic!

  2. 2 dewi idam sari
    August 3, 2008 at 5:54 am

    oreo…
    gw juga lagi baca novel itu,
    tapi blum slese baru mau masuk bab militerisme
    gw paling suka kata2 pertama yg ditulis ayu utami
    “untukmu Indonesia, yang dengan sedih aku cinta”
    hiks..hiks…
    tar gw sambung lg comment gw kalo gw dah slese bacanya,haha


Leave a comment